Aku hanyalah seorang pelajar yang masih membutuhkan banyak ilmu untuk mengarungi kehidupan,seorang pelajar yang masih memiliki segudang pertanyaan yang belum terpecahkan. Tapi aku bukanlah seorang pelajar yang tidak memiliki perhatian terhadap lingkungan sekitar. Layaknya setiap rutinitasku setiap hari, aku sama seperti orang banyak. Aku tidak memiliki jemputan yang akan mengantar-jemput ku tuk pergi kemana-mana, aku tidak mimiliki kendaraan yang bersedia menopang semua keinginanku tuk pergi keluar dari rumah. Aku sama seperti mereka, pergi sekolah memanfaatkan jasa angkutan kota. Duduk berdempetan, demi keuntungan sang sopir yang mengejar setoran tiap harinya. Itu tak masalah bagiku dan kalean semua, karena qta membutuhkannya jasanya.
Tapi bukan itu yang akan aku ceritakan,aku akan mencerita kan tentang kehidupan seorang lelaki tua yang slalu qu amati dari jendela kecil angkutan kota yang slalu mengantar ku ke sekolah dan kembali ke rumah.
Awalnya, aku hanya menanggapi biasa tentang pemandangan yang ku lihat pada suatu pagi tepat pada pukul 06.30 (wktu dimana aku berangkat sekolah). Tapi pemandangan itu berlangsung untuk setiap paginya, dari sebuah jendela, aku melihat seorang kakek yang tiap pagi mencuci baju dan membasahi badannya dengan air kali yang diragukan kebersihannya. Kakek itu berkulit gelap dan berambut putih. Badannya hanya tinggal tulang dibungkus lembaran kulit yang tak lagi menampakkan kekuatannya untuk melindungi. Terpikir oleh ku sejenak, seseorang dengan usia seperti kakek itu seharusnya sedang minikmati sisa hidupnya di dunia ini. Ditemani oleh anak-anaknya,cucu-cucunya, dan keluarga nya yang tercinta. Tapi mengapa kakek ini tidak??
Seminggu sudah aku tidak melihat kakek itu di tempat biasanya. Ku kira mungkin ajal tlah menjemputnya. Dan ku berharap dia berada di tempat yang sesuai dengan amal dan perbuatannya di dunia ini. Tapi pemandangan aneh terjadi lagi, aku melihat kakek itu lagi bukan di kali tempat ia mencuci bajunya. Tapi, di penampungan sampah yang bau nya menyebar kemana-mana. Aku merasa kasihan, ternyata yang di cari kakek itu adalah sesuap sisa nasi buangan dari rumah makan yang diharapkan bisa mengisi kekosongan di perutnya. Entah apa yang terpikirkan oleh kakek itu, ia berjuang dengan cara apa saja untuk hidupnya yang sebatang kara. Aku sangat salut melihatnya. Sempat terlihat oleh ku, kakek itu tak pernah meminta-minta sekalipun. Kadang ia memungut sampah plastic lalu menjualnya ke pengumpul. Lalu ia membantu pedagang pasar untuk membersihkan sisa dagangan yang berserakkan dan bahkan kakek tersebut mecari uang dengan memijiti para kuli yang sedang kelelahan.
Hati ku remuk melihatnya, ku yakin staminanya tak lagi kuat untuk bekerja demikian. Kemanakah keluarganya? Tidakkah mereka merasa kasihan melihat kehidupan kakek tua itu. Atau memang semua keluarganya berkehidupan demikian. Huft,,sungguh kasihan jika ku melihat kehidupan kecil itu di antara kemewahan orang lain yang menyebar luas dimana-mana. Ketidak pedulian antar sesame telah menjamur di dunia ini. Seakan-akan tidak ada yang peduli akan saudara yang membutuhkan uluran tangan dari saudaranya sendiri.
Ku harap perjuangan hidup kakek itu dapat menginspirasi kita, bahwa hidup tidak untuk disesali dan tidak untuk di sia-siakan. Kita masih bisa berbuat jasa hingga ajal tlah mampu memanggil qita untuk kembali ke pangkuan yang Maha Kuasa. (lododpink)
Lupa Nyalain Wifi, Paket Auto Raib
4 tahun yang lalu
1 komentar:
allah tu punya jalan tersendiri untuk masing2 manusia
tugas kita untuk menyusurinya
mengenai kakek itu mungikin beliau akan menemukan jalan yang terbaik untuknya
Posting Komentar